Wednesday, November 18, 2015

Kisah A sampai Z

Sedekah...

Kata yang mendadak "ngetop" belakangan ini

Padahal sejak syahadat pertama kita sudah tahu salah satu pilar ke islaman adalah zakat. Dan shadaqoh, infak dan sejenis nya bukan cuma di anjurkan dengan kata kata namun juga di contohkan oleh Rasul dan sahabatnya...

Namun entah mengapa, memang baru akhir akhir ini kata tersebut menjadi ngetop lagi. lembaga penyalurnya pun bermunculan bagai jamur di musim hujan, medsos yamg makin menjangkau pun membuat sedekah kini tidak saja monopoli orang berpunya.. sedekah kini bisa di lakukan siapa saja dan kapan saja.

Apakah sekarang orang bersedekah bukan lagi mengharap "ridha" Allah ? Melainkan berniat untuk mendapat balasan rejeki dari Allah ? Padahal sudah jelas Allah Maha Pemberi Rejeki yang tidak mungkin ingkar janji kan ? Ga usah dengan harapan seperti itu pun Insya Allah akan di lipat gandakan rejekinya hehe..

Well mari bercerita aja sekarang dengan pemeran mulai A sampai Z

Alkisah ada si A yang punya niat ber sedekah setiap hari jumat. Kebetulan tiap jumat dia ada urusan untuk keluar rumah di pagi hari, jadi kesempatannya untuk bersedekah tentu lebih besar.

Tapi ternyata tidak semudah itu, karena pagi di penuhi oleh orang yang semangat menjemput rejeki, dan tentu saja semua nampak "berkecukupan" di mata si A.

Dia membeli nasi bungkus yang di maksudkan untuk sedekahnya dan sampai siang belum ketemu juga.

Ada seorang pengangkut sampah, di tawarkannya nasi tersebut, ternyata dia menolak. Tak lama dia juga bertemu seorang bapak tua "tuna wisma", bergegas di sodorkannya nasi bungkus itu, plus di tambahi sebotol aqua.. eh di tolak juga.. kenapa kah ? Apakah mereka lebih suka uang ?

Lalu mari berkisah tentang B.

Dia tidak memiliki cukup uang untuk menyumbang, posisinya saat itu adalah pembantu di rumah gedong di dalam komplek rumah mewah.
Setiap hari di lihatnya di tempat sampah komplek begitu banyak sampah daur ulang, kemasan plastik dan kaleng terutama.
Dia berpikir, sayang sekali tidak ada pemulung yang boleh masuk sini, karenanya dia lalu memutuskan dialah yang akan mengumpulkannya untuk mereka.
Setelah cukup banyak di bawa nya ke depan komplek dengan setia menunggu pemulung lewat, ketika ketemu segera di serahkannya. Sungguh B ikhlas ketika memberi, dia bahkan tidak berharap ucapan terima kasih, namun ketika si pemulung ternyata diam saja dan berlalu sedikit kecewa ada di hati B. Ada apakah ? Apa si pemulung kesal, di berhentikan di depan komplek mewah tetapi hanya di beri "sampah" ? Apakah dia berharap di beri uang saja ?


Ada juga si C, Alhamdulillah hidup yang berkecukupan membuatnya tidak peduli dengan receh. Setiap hari bila bertemu kotak amal di usahakannya mengisi. Bila bertemu pedagang kecil diusahakanya membeli walau tak butuh. Salah satu yang secara rutin di berinya adalah seorang tukang sampah yang suka di temuinya sedang menyapu jalanan.

Suatu hari C sedang kehabisan receh dan bertemu dengan penyapu tersebut dan mereka saling bertegur sapa seperti biasa. Namun bedanya kali ini tidak ada salam tempel, C pun berlalu.

Ketika pertemuan selanjutnya C sudah memiliki uang lagi, dia pun semangat menegur penyapu tersebut, namun alangkah kagetnya ketika salamnya di jawab ogah2an, lengan yang terulur segera di tarik kembali.. C merasa kecewa dan membatalkan niatnya. Sekarang dia memutuskan mengambil jalan memutar hanya agar supaya tidak bertemu lagi dengan penyapu tersebut.

Kita tutup dengan Z ya.. udah malem takut keburu habis waktunya hehe...

Z juga berkecukupan dan sudah sewajarnya menjadi tempat orang meminjam. Ada sebuah keluarga yang rutin meminjam, salah satunya ketika lebaran setelah berhalal bihalal dengannya lalu si istri segera berlalu buru2. Seseorang membisikan pada Z bahwa istri tersebut malu karena hutangnya terlalu banyak dan dia tidak mampu membayar di waktu yang di janjikan.

Selepas lebaran Z bertemu istri ini, di ajaknya si istri bekerja di rumahnya barang 1-2 jam untuk sekedar membantu, niat Z biarlah hutangnya di bayar tenaga saja.

walau demikian Z tidak mengatakan demikian, upah 1-2 jam bekerja di rumahnya dj bayarnya si istri 100rb. Jumlah yang sangat besar, Z inginnya si istri merasa kalau nilai itu kebesaran dan mengembalikan separuh lalu dia akan berkata, "ya udah bu.. bawalah 50 ini.. sisanya 50 untuk bayar hutang hutang ibu ya'
Tapi ternyata si istri diam saja dan berlalu. Besoknya ketika datang lagi untuk bekerja Z memberinya pekerjaan yang lebih sedikit dengan upah yang sama. Lagi lagi kelebihan rejeki tersebut tidak juga di pakai istri tetangga itu untuk membayar hutang, dia tetap langsung pulang.

Beberapa lama hal itu berlangsung, suatu hari si istri ini datang ke rumahnya untuk meminta "upah di depan" karena suatu keperluan, di berilah oleh Z yang artinya ketika si istri datang cuma untuk bekerja tanpa dibayar lagi. Tapi kemudian Z tidak tega, ketika pulang di berinya 20 sekedar ongkos.

Yang terjadi kemudian adalah, setiap sebelum hari H pasti akan ada anak tetangganya tersebut datang untuk meminta "upah di depan" dan hal itu sangat membuat Z terganggu karena datangnya sering mendadak, Z merasa tidak enak seolah menjadi gantungan dari keluarga tetangganya itu seolah setiap ada keperluan uang tetangganya maka dia lah yang bertanggung jawab untuk memberikan. Karena si istri akan berkata "kalau bukan dari ibu bagaimana kita makan" dan itu sangat sangat mengganggunya. Dia memberi pekerjaan bukan supaya mereka makan atau ada ongkos ke sekolah atau untuk segala urusan lain yang urgent menurut mereka. Pekerjaan itu di niatkan agar mereka dapat membayar hutang. Tapi kenapa lalu situasi berubah seolah Z nya berhutang ? Setiap minggu sebelum si tetangga masuk kerja akan ada utusan nya datang duluan untuk "menagih" upah di muka ?

Ini cerita tentang sedekah yang tidak sukses, yang nyebelin.. hahaha..

Ah salah.. setiap cerita sedekah pasti akan berakhir bahagia koq, karena Allah Maha menepati janji.

Penulis di akhir tahun yang dulu sekali pernah di minta orang tua nya untuk membantu membayar biaya pemasangan listrik untuk sebuah mushola di kampung.

Sungguh suatu keajaiban ketika persis setahun kemudian penulis membayar tagihan listrik pertamanya. Ya.. setahun sebelumnya penulis tidak ada bayangan bagaimana bisa membeli rumah karena uang depe saja tidak ada. Namun dengan kemurahan rejeki Allah tiba2 saja semua di mudahkan, hingga dalam setahun dia sudah memiliki rumah tinggal yang tagihan listriknya pertamanya dia bayar persis setahun dari saat uang listrik mushola di beri ke bapaknya.

Sungguh Allah tak pernah ingkar, apapun modus sedekah kita hasil akhirnya tidak akan pernah membuat rugi, kalau tidak berupa rejeki harta akan di ganti dengan kesehatan atau bala bencana yang menjauh atau kerukunan dalam rumah tangga. Kita saja yang terbiasa dengan matematika hingga membuat manusia suka berhitung dengan Allah :(

Sudahlah ga usah mikir lagi.. yuk sedekah.. sekarang :)